Adapun cara beristinja’ adalah dengan melaksanakan salah satu dari tiga cara di bawah ini:
1. Beristinja’ dengan menggunakan air dan batu/tissue sekaligus,
yaitu dengan menggunakan batu/tissue terlebih dahulu lalu diikuti
dengan air setelahnya. Dan cara ini adalah cara yang afdhal dalam
beristinja’.
2. Beristinja’ dengan menggunakan air saja tanpa batu/tissue dan
sejenisnya. Dan cara ini lebih baik dari cara yang ketiga berikut ini,
karena dengan menggunakan air dapat menghilangkan benda najis
sekaligus bekasnya.
3. Beristinja’ dengan menggunakan batu/tissue atau sejenisnya tanpa
diikuti dengan air. Dan cara yang ketiga ini boleh digunakan seperti
pertanyaan Ibu Khodijah asalkan memenuhi syarat-syarat sahnya
beristinja’.
Apa saja syarat-syarat sahnya beristinja’? Mari ikuti penjelasan selanjutnya.
Batu/Tissue untuk Istinja’
Yang dimaksud dengan batu di sini bukan hanya batu dan tissue yang
kita ketahui, melainkan benda apa saja yang memenuhi syarat-syarat di
bawah ini:
1. Suatu benda yang suci. Maka tidak sah jika beristinja’ dengan sesuatu (batu/tissue dan lain-lain) yang najis.
2. Suatu benda yang padat. Maka tidak sah menggunakan sesuatu yang
cair selain air seperti dengan menggunakan sirup air teh kopi dan
lain-lain.
3. Benda tersebut dapat menghilangkan najis yang keluar dari
kemaluan. Lain halnya jika menggunakan benda yang tidak dapat
menghilangkannya, karena licin atau tidak dapat menyerap, seperti kaca
atau permukaan bambu. Maka tidah sah beristinja’ dengan menggunakan
benda-benda tersebut.
4. Benda tersebut bukan termasuk yang dihormati dalam agama dari
segi karena hal itu adalah termasuk makanan manusia, seperti roti atau
buah, atau termasuk makanan jin, seperti tulang, atau dari segi kita
wajib menghormatinya, seperti kertas-kertas yang tertuliskan padanya
ilmu-ilmu agama Islam, seperti kertas dari buku-buku agama Islam. Maka
menggunakan benda-benda tersebut ketika beristinja’ adalah haram dan
tidak sah.
Syarat Beristinja’ dengan Batu atau Sejenisnya
Beristinja’ dengan batu/tissue atau sejenisnya tanpa menggunakan air
sama sekali, hukumnya boleh, dan dihukumi sah shalat yang dilakukan
setelahnya dan tidak perlu diqadha’ asalkan memenuhi syarat-syarat di
bawah ini:
1. Menggunakan tiga batu atau satu batu yang mempunyai tiga sisi.
Begitu pula dengan sejenisnya, seperti tissue, dan lain-lain, harus
dengan tiga tissue atau satu tissue dengan tiga sisi, pokoknya yang
penting harus dengan tiga usapan walaupun hanya dari satu batu atau
satu tissue dan lain-lain. Dan tidak sah istinja’nya jika dilakukan
hanya dengan satu kali usapan, walaupun satu kali usapan tersebut telah
menghilangkan najisnya. Maka harus ditambah dua usapan lagi.
2. Tiga kali usapan tersebut telah menghilangkan benda najisnya
sekiranya yang tersisa hanya bekasnya yang tidak dapat hilang kecuali
dengan menggunakan air. Jadi di sini disyaratkan dua hal sekaligus,
yaitu harus beristinja’ dengan menggunakan tiga kali usapan dan yang
kedua harus hilang benda najisnya dengan tiga kali usapan itu. Maka,
jika sudah kita bersihkan dengan tiga kali usapan tetapi benda najisnya
masih ada, harus ditambah satu usapan keempat, kelima, dan
seterusnya, hingga benda najisnya tidak tersisa kecuali bekasnya
saja, yang tidak akan hilang kecuali dengan menggunakan air. Namun,
sunnah jika hilangnya dengan usapan dari hitungan genap, maka ditambah
satu kali usapan, sehingga jumlah usapannya dengan hitungan ganjil.
Misalnya telah bersih dengan usapan keempat, maka ditambah satu
menjadi lima, dan begitu seterusnya. Begitu pula sebaliknya jika
dengan hanya satu kali usapan benda najisnya sudah hilang, tetap harus
ditambah usapan kedua dan ketiga. Pokoknya paling sedikit dalam
beristinja’ dengan menggunakan batu atau sejenisnya harus tiga kali
usapan, dan harus hilang najisnya dan tidak tersisa kecuali bekasnya
saja.
3. Benda najis (berak/kencing) yang ada di sekitar kemaluan belum
mengering sebagiannya atau semuanya sekiranya tidak dapat lagi
dihilangkan dengan batu atau sejenisnya. Jika terjadi demikian, harus
beristinja’ dengan menggunakan air. Tidak boleh dengan menggunakan
batu atau sejenisnya, karena tidak ada faedahnya.
4. Benda najis tersebut (berak/kencing) tidak berpindah dari tempat
asalnya keluar (lubang kencing dan anus). Jika berpindah dari tempat
asalnya keluar (lubang kencing dan anus) ke tempat lain, berak dan
kencing yang berpindah dari tempat asalnya itu tidak boleh dihilangkan
dengan batu atau sejenisnya, menghilangkannya harus dengan menggunakan
air. Walaupun najis tersebut masih berada di sekitar penis dari
batang zakar atau masih di sekitar bibir vagina wanita dan di sekitar
anus, misalnya, jika kencing tersebut memercik ke kepala zakarnya
(penis), tempat percikannya tersebut harus menggunakan air untuk
beristinja’ darinya, tidak sah dengan batu atau sejenisnya. Adapun
najis yang masih bersambung dengan tempat asalnya tetap boleh
menggunakan batu atau sejenisnya.
5. Benda najis tersebut (berak atau kencing) tidak terkena suatu
benda yang lain dari jenis najis tersebut. Lain halnya jika berak atau
kencingnya terkena percikan air, kena debu, pasir, dan lain-lain,
tidak boleh beristinja dengan menggunakan batu atau sejenisnya, harus
menggunakan air untuk beristinja darinya.
6. Najis berak atau kencingnya tidak sampai melewati batas bibir
vagina wanita, baik yang luar maupun yang dalam, dan juga tidak melewati
batas penis atau kepala zakar lelaki serta tidak melewati batas anus
dari dubur keduanya (yaitu tempat yang berkerut dari dubur). Lain
halnya jika najisnya itu telah melewati batas-batas tersebut, harus
menggunakan air untuk beristinja’ dari najis yang telah melewati batas
tersebut, dan tidak boleh dengan menggunakan batu atau sejenisnya.
Adapun yang masih berada dalam batas-batas tersebut boleh beristinja’
dengan menggunakan batu atau sejenisnya.
7. Menggunakan batu atau sejenisnya menyeluruh ke semua tempat yang
wajib diistinja’ (zakar laki-laki yang terkena najisnya dan antara
dua batas vagina perempuan bagian luar serta yang mengerut dari
bagian anus keduanya). Sedangkan cara paling afdhal untuk melakukan
istinja’ dengan menggunakan batu atau sejenisnya dari kemaluan
laki-laki atau perempuan begitu pula anus keduanya dengan cara
memulai pengusapan dari arah kanan lalu diteruskan dengan arah
berputar ke arah kiri, yang kedua dimulai dari kiri diteruskan ke
arah kanan juga dengan cara berputar, dan yang ketiga dengan
mengusapnya dari arah bawah ke atas melibatkan dua sisi tersebut
sekaligus.
8. Batu atau sejenisnya harus suci. Maka tidak sah jika beristinja’ dengan menggunakan batu atau sejenisnya yang najis.
0 komentar:
Posting Komentar